Judul: Mojok: Tentang Bagaimana
Media Kecil Lahir, Tumbuh, dan Mencoba Bertahan
Penulis: Tim Mojok (dan
alumninya)
Penerbit: Buku Mojok
Tahun terbit: 2019
Jumlah halaman: 131
Rate: 4/5
Ada banyak portal berita
yang berseliweran di media Indonesia, tetapi hanya Mojok yang begitu ngena di
hati. Salah satu hal yang bikin Mojok berkesan, karena mereka punya tim penyeleksi
tulisan -meski akhirnya ada yang mengaplikasikan hal serupa, tapi itu
tidak menggeser posisi Mojok di hati saya (kiw..kiw)
Saat saya masih mondok
dahulu, sebenarnya kata “mojok” punya konotasi negatif (if you
know..you know wkwk). Makanya ketika dengar ada media bernama Mojok pada
awalnya saya agak risih.
Namun, karena
tulisan-tulisannya keren, akhirnya saya mulai mengenyampingkan soal nama (don’t
judge a book by its cover).
(Meski sampai sekarang, saya
masih penasaran dengan filosofi Mojok)
Dari Mojok kita belajar…
Buku ini menceritakan
perjalanan singkat Mojok dan beragam pesan-kesan masing-masing anggotanya. Dari
Mojok kita belajar, untuk membuat sebuah media ternyata tak hanya modal cinta
literasi saja, tetapi butuh ekosistem yang baik dan sikap konsisten yang kuat.
“Tim terbaik adalah tim
yang kita punya sekarang.” (hal 101)
Tim yang ada di Mojok
tidak hanya penulis konten, tetapi ada juga tim medsos, design hingga pengelola
web.
Di buku ini juga
diterangkan bagaimana biar sebuah tulisan bisa lolos ke Mojok. Jadi, buat yang ingin
nyobain jadi kontributor Mojok, bisa baca dahulu buku ini.
Suara orang biasa yang tak biasa…
Di bio Instagramnya
tertulis: Suara orang biasa. Tapi saya percaya tulisan mereka lahir dari
orang-orang yang tak biasa dan juga luar biasa.
Walau pembahasannya kebanyakan
ringan, percayalah usaha menulisnya tidak seringan itu, kecuali bagi
mereka-mereka yang sudah mahir.
Terima kasih Mojok sudah
menjadi pionir media online yang santuy tapi berkualitas.
Karya yang bagus adalah…
“Konon karya yang bagus
adalah karya yang selesai. Selesaikan. Setelah selesai, evaluasi. Perbaiki.”
(hal. 102)
“Pada akhirnya tulisan
yang baik adalah tulisan yang dievaluasi kembali lalu diperbaiki.” (hal. 128)
Pembelaan dari sukarelawan Wikipedia
“…masih saja mengutip
Wikipedia di paragraf pertama…” (hal. 128)
Sebagai sukarelawan
Wikipedia, saya hendak meluruskan kalimat di atas yang menyebut tentang wiki. Memang, Wikipedia tidak bisa dijadikan rujukan, akan tetapi di Wikipedia
sudah dilengkapi dengan fitur catatan kaki, sehingga pembaca bisa mengecek
mandiri ke sumber tersebut.
Jangan mengutip dari
Wikipedia, tetapi jadikanlah Wikipedia sebagai gerbang pengetahuan.
Selengkapnya tentang rujukan di Wikipedia bisa baca di sini.
Catatan: Buku ini sedikit
menggunakan kosakata yang barbar. Bagi yang tidak terbiasa, ambil hikmahnya saja.
😊
0 Comments