Looking For Anything Specific?

Potret Santri Sampai Mati! (Tinjauan Ideologi dan Histori)


 

Apa yang dipegang teguh oleh Khoirul Azzam bisa dikategorikan dengan prinsip yang berideologi. Ideologi menurut Dahlan Ranuwiharjo ialah seperangkat ajaran-ajaran atau gagasan-gagasan berdasarkan suatu pandangan hidup untuk mengatur kehidupan negara/masyarakat.
pp-muba-putri

“Setiap orang pasti mempunyai prinsip dalam hidupnya; biasanya berdasarkan apa yang diyakini kebenarannya. Prinsip hidup saya berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis.”

Cuplikan di atas merupakan cuplikan kalimat yang dilontarkan Khoirul Azzam dari film Ketika Cinta Bertasbih yang pernah booming di tahun 2009 dan beberapa tahun setelahnya. Azzam, digambarkan sebagai sosok sederhana lulusan Madrasah Aliyah di desanya, dan melanjutkan studinya hingga sampai di negeri Kinanah, Mesir.

Walaupun berprestasi dan bisa mendapatkan perempuan dengan mudah, namun ia tetap teguh pada pendiriannya. Sebuah pendirian yang bersandar pada prinsip kebenaran Islam, yakni Al-Qur’an dan Hadis.

Apa yang dipegang teguh oleh Khoirul Azzam bisa dikategorikan dengan prinsip yang berideologi. Ideologi menurut Dahlan Ranuwiharjo ialah seperangkat ajaran-ajaran atau gagasan-gagasan berdasarkan suatu pandangan hidup untuk mengatur kehidupan negara/masyarakat.

Adapun prinsip menurut Ahmad Jauhar Tauhid adalah pandangan atau pendapat yang menjadi panduan perilaku yang terbukti dan bertahan lama.

Adanya ideologi dan prinsip tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Bisa dikatakan, prinsip yang berideologi adalah prinsip yang memiliki sumber dan muara, mengapa seorang santri harus memilikinya. Dengan kata lain, prinsip tersebut bukanlah prinsip atas taklid buta semata.

Santri yang Berprinsip dan Berideologi

Menjadi seorang santri, tentulah harus memegang teguh prinsip yang memuat ideologi yang telah diajarkan, yang mana nantinya keteguhan itulah yang harus dijaga dan dipelihara seterusnya, baik semasa nyantri, maupun setelah lulus dan berkiprah di masyarakat.

Di bawah ini akan dipaparkan prinsip yang berideologi menjadi beberapa gambaran santri menurut tinjauan histori. Tinjauan histori tersebut terbagi-bagi menjadi santri tempo dahulu, santri tempo sekarang, dan santri di masa yang akan mendatang.

Santri Tempo Dahulu (Era Mempertahankan Kemerdekaan)

Pada era kemerdekaan, santri memiliki peran penting dalam mempertahankan kemerdekaan. Salah satu momen yang tercatat sejarah yakni adanya Resolusi Jihad yang dicetuskan Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 saat datangnya kembalinya tantara sekutu dan NICA (Netherlands Indies Civil Administration).

Hal ini tertuang dengan bunyi: “Mempertahankan dan menegakkan Negara Republik Indonesia menurut hukum agama Islam, termasuk sebagai satu kewajiban bagi tiap-tiap orang Islam. Lewat Resolusi Jihad, kaum santri memohon dengan sangat kepada Pemerintah Republik Indonesia supaya menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata serta sebadan terhadap usaha-usaha yang akan membahayakan Kemerdekaan dan Agama dan negara Indonesia, terutama terhadap pihak Belanda dan kaki tangannya. Bagi NU, baik Belanda maupun Jepang telah berbuat kezaliman di Indonesia.

Momen bersejarah ini yang akhirnya menjadi cikal bakal lahirnya Hari Santri, hari sebagai bentuk pengingat akan perjuangan santri di zaman mempertahankan kemerdekaan. Tentunya, keputusan adanya Resolusi Jihad, bukanlah keputusan yang tak berdasar.

 Dengan adanya Fatwa Jihad, Resolusi Jihad dan perlawanan kaum santri akan penjajah, telah menunjukkan bahwasanya santri kala itu memiliki prinsip dan ideologi yang kuat, yang tak hanya berdampak pada kemaslahatan agama saja, tetapi juga bangsa.

Santri Tempo Sekarang (Generasi Z)

Menurut Tapscott generasi Z adalah generasi yang dilahirkan dari kurun waktu antara tahun 1998 hingga 2009. Generasi Z adalah generasi teknologi. Generasi Z tumbuh besar di dalam dunia yang terhubung dengan teknologi.

Jika dikaitkan dengan masa sekarang (2020), maka santri aktif yang berada di jenjang MTs dan MA sederajat bisa dikatakan, mereka semua terlahir antara 2002-2009 yang mana artinya mereka termasuk golongan generasi Z.

Sebagai penerus, sudah selayaknya generasi z melanjutkan perjuangan santri-santri di zaman kemerdekaan. Hal ini bisa diawali dengan belajar agama yang sungguh-sungguh sebagai bekal dasar seorang santri langsung kepada Kiai dan Asatidz, belajar dengan rajin pelajaran umum sebagai pilar untuk mengimbangi zaman ini. Karena, bagaimanapun seluruh ilmu di dunia ini datangnya dari Allah Swt.

Perbedaan zaman dengan generasi-generasi sebelumnya, membuat generasi Z memiliki corak-corak tersendiri. Santri generasi Z, mungkin tidak perlu mengangkat senjata seperti santri di zaman perjuangan kemerdekaan.

Santri generasi Z mempunyai ‘jihad’nya sendiri. Jihad tersebut yang nantinya akan membentuk ideologi dan prinsipnya. Ideologi dan prinsip yang kelak akan dibawa hingga kehidupan-kehidupan selanjutnya pasca pendidikan di pesantren.

Dalam masa sekarang, ideologi dan prinsip tersebut bisa diimplementasikan melalui banyak jalan, seperti menjadi content creator. Misalnya Ra Mahrus Aly Lirboyo (@mahrusaly.jr) yang memanfaatkan Instagram sebagai media dakwah dengan live streaming kitab Arba’in Nawawi saat bulan Ramadan 1441 H lalu.

Adapun di dunia maya, telah banyak segala bentuk postingan, baik dan buruk. Jika kaum santri tidak ikut menyebarkan kebaikan, lalu dengan apa lagi mereka mengisi media sosialnya?

Santri Masa Depan

Dengan melihat tantangan yang ada di kedua zaman di atas, maka bisa dipastikan dan ditarik kesimpulan, bahwa prinsip yang berideologi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Segala tindak-tanduknya berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah (Tafaqquh Fied-Diin).

2. Mau berjuang dengan sungguh-sungguh untuk mempelajari agama, ilmu umum dan teknologi untuk syiarnya agama Islam.

Ciri-ciri inilah yang kelak juga harus dipegang dengan kokoh oleh generasi santri zaman depan. Tantangan boleh berkembang, akan tetapi prinsip yang berideologi harus selalu dipegang sampai mati. Sebagaimana sebuah kaidah berbunyi:

الْمُحافَظَةُ على القديم الصالح والأخذ بالجديد الأَصْلَحِ

Menjaga tradisi yang bagus dan mengambil hal-hal baru yang lebih bagus.

Wallahu a’lam.


Bangkalan, Oktober 2020

 

Sumber:

Dahlan Ranuwiharjo, Menuju Perjuangan Paripurna

mingseli.id

Muhammad Tadhorru’ IR, Ulama’, Santri dan Nasionalisme, Iqro’ Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata Edisi ke-166, Oktober 2020

nu.or.id

Siti Mahani binti Muzahir, Nazlinda binti Ismail, Generasi Z: Tenaga Kerja Baru dan Cabarannya

Soerjanto Poespowardoyo , Filsafat Ilmu Pengetahuan, 2000

tirto.id

Tulisan ini telah dimuat di Majalah ANHU kolom Santriwati edisi 5 tahun 2021 PP Anwarul Huda Malang

Post a Comment

2 Comments

  1. Santri punya sejarah panjang di negeri ini, baik di masa lalu pada masa pergerakan dan perjuangan memperoleh kemerdekaan juga masa-masa setelahnya. Santri punya banyak sekali lembar kisah historis di dalam sejarah bangsa Indonesia. Banyak sekali kisah serta suri tauladan yang bisa diambil dan dijadikan contoh dari kisah panjang tersebut.

    Salah satu hal yang cukup Saya ingat dari masa singkat Saya menimba ilmu di salah satu pesantren. "Tidak ada yang namanya bekas santri, santri itu identitas dan tertanam dalam diri. Sekali Kita jadi santri maka seterusnya Kita akan menjadi santri"

    Kurang lebih kutipannya seperti itu, dan hal tersebut cukup membekas dan terus menjadi pengingat bagi pribadi. Terima kasih untuk tulisan yang cukup menggugah ini Kak.

    What a nice writting

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih kembali.

      Wah kebetulan alm Kiai saya juga dawuh seperti itu. Tidak ada yang namanya mantan santri. Agar kita selepas lulus, selalu memegang erat nilai-nilai kesantrian kita. 🙏

      Delete