Looking For Anything Specific?

Ketika Ulama’ Menyambut Rajab dengan Istimewa, Lalu Bagaimana dengan Kita?

cr: pinterest


Oleh: Lutfiyah, santri putri Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata Putri.


Pada dasarnya semua bulan itu baik, hanya saja ada bulan-bulan yang sangat diistimewakan oleh Allah yang di dalam Al-Qur’an disebut أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ (empat bulan haram) dan paling mulianya bulan. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat At-taubah ayat 36 yang artinya:

Sesungguhnya hitungan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan sebagaimna ketetapan allah (di lauhul mahfudz) pada waktu dia menciptakan langit dan bumi di antaranya ada empat bulan haram dan itu agama yang lurus, maka janganlah kalian dzolim pada diri kalian dan perangilah mereka semua (orang musyrik) sebagaimana mereka memerangi kalian semua dan ketahuilah sesungguhnya Allah bersama orang yang taqwa. 

Di dalam literatur Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bulan yang diharamkan ada empat, tiga bulan di antaranya berurutan letaknya, sedangkan yang satunya lagi terpisah; hal ini tiada lain demi menunaikan manasik haji dan umrah.

Maka diharamkan (disucikan) satu bulan sebelum bulan haji, yaitu bulan Zulqa'dah, karena mereka dalam bulan itu beristirahat tidak mau berperang; dan diharamkan bulan Zulhijjah, karena dalam bulan itu mereka menunaikan ibadah haji dan sibuk dengan penunaian manasiknya.

Kemudian diharamkan pula satu bulan sesudahnya—yaitu bulan Muharram—agar orang-orang yang telah menunaikan haji pulang ke negerinya yang jauh dalam keadaan aman.

Kemudian diharamkan bulan Rajab di pertengahan tahun, untuk melakukan ziarah ke Baitullah dan melakukan ibadah umrah padanya, bagi orang yang datang kepadanya dari daerah yang jauh dari Jazirah Arabia. Maka mereka dapat menunaikan ibadah umrahnya, lalu kembali ke negerinya masing-masing dalam keadaan aman. 

Secara tersurat ayat di atas menjelaskan tentang penciptaan langit dan bumi, perputaran bulan, menjadikan tahun terdiri dari dua belas bulan dan dalam dua belas bulan tersebut terdapat empat bulan yang sangat dimuliakan di antaranya adalah bulan Rajab. 

Di dalam literatur bahasa Arab bulan Rajab dibentuk dari kata رجب yang artinya memuliakan dan mengagungkan, karena bulan tersebut dimuliakan malaikat dengan membaca tasbih dan tahmid. Di bulan ini juga orang jahiliyah sangat mengagungkan bulan Rajab, mereka tidak membolehkan perang pada bulan tersebut.

Bulan Rajab merupakan nama bulan dalam kelender hijriyah yang setiap tahunnya pasti ada. Pada bulan itu para ulama’salaf–kholaf, orang sholih dan semua orang Islam berlomba-lomba menyemarakkan bulan ini dengan melakukan amalan-amalan untuk mendapatkan keutamaan.

Sejak bulan Rajab, para ulama’ sudah mempersiapkan diri, untuk memasuki bulan Ramadan, sebagaimana yang dilakukan oleh Imam Taqiyuddin as-Subki. Beliau tidak pernah keluar rumah kecuali melakukan sholat fardhu, sampai bulan Ramadhan tiba. 

Ada banyak amalan yang dianjurkan di bulan Rajab yaitu: 

  • Puasa sunnah pada ayyamul bayd serta hari Senin atau Kamis.
  • Sholat sunnah di bulan Rajab seperti tahajjud, dhuha dan witir.
  • Bulan Rajab merupakan bulan pengampunan, sehingga dianjurkan untuk memperbanyak istighfar.
  • Bacaan dzikir yang dianjurkan pada bulan Rajab adalah membaca tasbih dan tahmid.
  • Bersedekah.
  • Memperbanyak membaca Al-Qur’an dianjurkan di bulan Rajab serta memahami maknanya.
  • Merayakan isro’ mi’roj.

Melihat dari penjelasan di atas dari berbagai keutamaan dan amalan-amalan bulan Rajab, tinggal bagaimana kita, sebagai santri mencontoh, mengaplikasikan yang telah dilakukan oleh para ulama’ salaf dan kholaf khususnya. Sebagaimana dalam hadist «العلماءُ ورثةُ الأنبياءِ» ulama’ adalah warisan para nabi dan santri adalah warisan/masa depan ulama’.

----

“Semua orang ingin sukses, tapi tidak semua orang ingin merasakan pahit kerasnya proses.”

(KH Hisyam Syafa’at)

“Semua orang ingin masuk surga, tapi tak semua orang mengikuti jalan menuju surga.”

ترجوالنجاة ولم تسلك مسالكها # انّ السفينة لا يجري على اليبس

“Kamu ingin sukses  tapi tidak mau berproses, sesungguhnya perahu tidak berlayar di darat.”


Dihimpun dan diterbitkan oleh Bulletin Nadzif Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata Putri.

Editor: Alfiyah Muharror Cholili


 

Post a Comment

0 Comments