“yang paling layak untuk dicintai adalah cinta itu sendiri, dan yang paling layak dimusuhi adalah permusuhan itu sendiri.” −Syekh Badiuzzaman Said Nursi
Judul: Api Tauhid
Penulis: Ust. Habiburrahman El
Shirazy
Penerbit: Republika Penerbit
Tahun Terbit: 2020 (Cetakan ke-19)
Jumlah halaman: 578 hal.
Rate Goodreads: 4,3/5
Rate by me: 4,9/5
![]() |
@alfiyahrizzya |
Keputusanku untuk membaca novel ini tergolong unik. Saat bulan Oktober lalu, aku sempat dilema antara membeli dalam Mihrab Cinta atau Ketika Cinta Bertasbih lebih dahulu. Saat itu tanpa disengaja Ibuku mengisahkan tentang novel ini. Lalu beliau bercerita sempat menangis tersedu-sedu dengan kisah fiktifnya. Alasannya karena kala itu, diriku sedang menjadi mahasiswi aktif sembari mendo’akan semoga aku senantiasa dalam penjagaan Allah Swt. Tanpa babibu lagi, aku langsung memesan novel ini pada temanku.
Novel ini merupakan perpaduan cerita
sejarah dengan balutan cerita fiksi Islamic romance. Kisah fiktifnya
berisi tentang Fahmi, seorang hamba Allah yang bersahaja dan sedang mengenyam
pendidikan masternya di Universitas Islam Madinah. Pada awal novel, diceritakan
bahwasanya Fahmi nekat melakukan i’tikaf di Masjid Nabawi untuk menyelesaikan
khataman Al-Qur’an bil-ghaib sebanyak 40 kali! Lalu mengapa ibuku sampai menangis? Silahkan dibaca kelanjutan perjalanan cinta suci Fahmi dan seorang mahasiswi
aktif UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, aku
ngga mau spoiler di sini hhe.
Adapun dari cover, telah
terpampang dengan jelas bahwa novel ini merupakan kisah nyata dari Syekh
Badiuzzaman Said Nursi di era Turki Utsmani. Pemikirannya akan Pendidikan
Islami yang dikemas dengan dakwah di masa-masa kritis Turki Utsmani menjadikan
sumber cahaya yang menerangi kegelapan kelam Turki.
Syukron kepada penulis karena telah
memberiku wawasan baru tentang Turki di masa lalu dan sekaligus masa modernnya.
Mulai dari segi geografis, kuliner dan tentu saja historis yang sarat akan
nilai-nilai hikmah. Aku membaca ini sambil searching gambar-gambar yang
disebutkan, biar totalitas membayangkan suasana alam Turki, serta Madinah dan
Kota Lumajang hhe. Aku tak heran dengan kejelasan gambaran yang ditunjukkan,
karena penulis telah merancang sangat matang dengan riset sejak tahun 1997
hingga 2012 bahkan terjun langsung ke Turki. Sungguh modal yang luar biasa!
Betapa syahdunya, baik cerita sejarah dan fiktifnya sama-sama mengajarkanku tentang perjuangan −bagaimana memperjuangkan cinta yang suci, juga perihal perjalanan berkah −menjalani hubungan yang suci dengan penuh barokah.
Sebagai penutup review ini, ada quote
favoritku lainnya, yaitu:
“..kesucian cinta karena Allah akan melahirkan keberkahan dan keajaiban yang tidak pernah disangka-sangka. Allah itu baik dan suci, dan Allah mencintai kebaikan dan kesucian.” (hal. 142)
Sekian, Salam Takdzim, enjoy reading
this novel^^
اللهم احفظ علينا نعمة الإيمان والإسلام اللهم ٱختم لنا بالباقيات الصالحات أعمالنا
0 Comments