@nnmly
“Jadikan cintaku pada-Mu ya Allah berhenti di titik ketaatan.
meloncati rasa suka dan tak suka
karena aku tahu, mentaati-Mu dalam hal yang tak kusukai adalah perjuangan dan gelimang pahala.” -Salim A. Fillah
Ramadan, 2010, Salwa Saat 13 Tahun
“Selamat ya, mulai sekarang, Salwa sudah menjadi perempuan seutuhnya.” Dawuh Abi padaku.
“Salat, dan ibadah wajib lainnya adalah tanggung jawabmu, kalau kamu lalai, akan menjadi dosa yang kamu pikul sendiri. Abi hanya mengingatkan saja.”
“Jadilah perempuan ta’at; yang tidak membuka aurat di hadapan non-mahram, menjaga pergaulan dengan non-mahram, mendedikasikan dirinya untuk agama dan ilmu.” Tambah beliau lagi.
“Enggeh Bi”. Jawabku, sembari merenungi perkataan Abi yang memuat tanggung jawab dunia dan akhiratku.
Ramadan kala itu berbeda dengan ramadan-ramadan sebelumnya. Untuk pertama kalinya aku mengalami menstruasi; hal yang menandakan bahwa aku sudah akil balig dalam Islam. Senang, haru, takut, perasaan itu begitu campur aduk hingga ku tak dapat mendefinisikan pastinya.
November, 2018, Universitas Negeri Malang, Setelah Selesai Mata Kuliah Desain Kurikulum.
“Jadi itu alasan kamu ngga pernah pacaran?”
“Iya, apalagi Abi selalu marahin dan menta’dzir santri dan familiku yang ketahuan ketemuan dengan pacarnya.” Ujarku pada Rina, teman kelasku.
“Wah, Ning emang beda, wkwk”
“Woy, ya ngga lah. Itu kewajiban kita sebagai Muslimah.”
“iya..iya Ning Salwaku yang solihah. Yaudah ayo sekarang ke kantin, aku wes laper.”
“Skuy” Jawabku pada Rina sembari menuju kantin bersama.
Namaku Siti Salwa Istiqomah. Biasa dipanggil Salwa. Usiaku sekarang 21 tahun. Aku sedang menempuh S1 Sastra Arab di Universitas Negeri Malang semester 5. Yang mengobrol denganku barusan, namanya Rina, ia sahabatku sejak maba (mahasiswa baru), usai perkuliahan mata kuliah desain kurikulum, Rina menanyakan alasanku menolak ‘tembakan’ Kak Fajri, kating (kakak tingkat), 2 hari lalu.
Tulisan ini telah pernah dimuat di blog Puteri Imaba dengan judul yang sama. Untuk membaca lebih lanjut klik di sini.
0 Comments