![]() |
wulansari via unsplash.com |
Term kejujuran merupakan sebuah tema yang tak pernah lekang dalam kehidupan manusia. Sejak kecil kita selalu diajarkan tentang kejujuran, agar bisa memegang kejujuran dalam mengarungi kehidupan. Mengapa kejujuran menjadi sangat penting?
Alm. Prof. Dr. Yunahar Ilyas, Lc., M.Ag mengatakan dalam pidatonya yang bertajuk “Pentingnya Kejujuran dalam Kehidupan” di Masjid Kampus Universitas Gajah Mada, bahwasanya pada suatu hari seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah.
''Apakah bisa terjadi seorang mukmin tetapi penakut?''
''Ya, bisa saja'' jawab Rasulullah.
Sahabat bertanya lagi: ''Mungkinkah seorang Mukmin itu bakhil (kikir)?''
''Bisa,'' lanjut Rasulullah.
''Mungkinkah seorang Mukmin itu pendusta?''
Rasulullah saw. menjawab, ''Tidak!''
Oleh sebab itu, jujur menjadi sangat penting dalam kehidupan, baik pada aspek masyarakat, berbangsa dan beragama, dan jujur pulalah yang menjadi permasalahan bangsa Indonesia.
Klasifikasi Jujur
Rasulullah saw. bersabda yang artinya: “Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan mengantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Muslim no. 2607)
Jujur dapat diklasifikasikan sebagaimana berikut:
Shidqul Hadits (Jujur dalam perkataan)
Shidqul Muamalah (Jujur dalam muamalah/tidak manipulasi)
Shidqul Amal (Jujur dalam perbuatan)
Shidqul Haal (Tampil adanya)
Pada praktisnya, jujur bisa diaplikasikan seperti: kalau memang miskin tampil sebagai orang miskin, begitu pun sebaliknya. Apabila aslinya malas, jangan tiba-tiba rajin datang ke masjid karena pencitraan. Jika sehari-harinya tidak memakan nasi aking, janganlah pura-pura memakan nasi aking agar terlihat sederhana.
Kejujuran ala Mahasiswa Mukmin
Bagi seorang Muslim pantang sekali untuk berbohong. Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang berkata kepada anak kecil, “kemarilah, saya akan memberimu sesuatu”, lalu ia tidak memberinya, maka itu adalah sebuah kebohongan.” (HR. Ahmad)
Sebuah kebohongan, tetaplah akan tercatat sebagai kebohongan walaupun kepada balita. Sebagai mahasiswa, kita juga wajib menerapkan di dunia perkuliahan. Saat ujian tidak menyontek; jika 144 sks, maka keseluruhannya didapat dengan belajar dan ujian yang halal, sehingga jika mendaftar pekerjaan bisa melalui ijazah yang halal pula. Agar kelak tidak memakan rezeki yang haram. Wallahu a'lam.
“Barangsiapa menghiasi dirinya di hadapan manusia, padahal Allah Ta’ala mengetahui bahwa dia sebenarnya tidak seperti itu, maka Allah akan menghinakannya.” −Al Imam Sufyan bin Uyainah
0 Comments