Looking For Anything Specific?

Niat: Kunci dari Segala Kebaikan

sabrful


Bagi seorang mukmin, seyogianya meniatkan setiap pekerjaan yang kita lakukan sebagai ibadah kepada Allah Swt. Adapun ibadah terbagi dua, yakni ibadah mahdhoh dan ibadah ghairu mahdhoh.

Ibadah mahdhoh adalah ibadah yang ditentukan secara khusus tuntunannya dan tata caranya oleh Rasulullah saw. seperti umroh, haji, puasa dan lain-lain. Sedangkan ibadah ghairu mahdhoh: ibadah yang bersifat umum yang diniatkan karena Allah sehingga bisa bernilai ibadah, sekalipun amalan sepele, misal: makan, tidur. Contoh lainnya yaitu bekerja di instansi kita berkhidmat. Dalam ibadah ghairu mahdhoh penentu utama nilai ibadahnya adalah niat.

Niat sebagaimana disebutkan oleh Ibn Mubarok rahimahullah ialah:

“Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar (pahalanya) karena sebab niat (yang bagus). Dan betapa banyak amalan yang besar menjadi kecil (pahalanya) sebab niat (jelek).”

Agar Menjemput Rezeki yang Berkah

Menjemput rezeki dari pekerjaan agar bernilai ibadah yang berkah tentulah diperlukan ikhtiar yang maksimal. Berikut tips dari Ustaz Salim A Fillah:

Menata Niat Karena Allah Swt. dalam Bekerja dan Berjuang

Niat merupakan perkara yang pokok di antara yang pokok. Jika kepada binatang dabbah (hewan melata) saja Allah menjamin rezeki mereka, apalagi kepada manusia.

Rezeki di sini adalah rezeki yang membuat manusia semakin merasa dekat dengan Allah, semakin barokah.

Menata Niat dalam Bekerja sebagai Ibadah untuk Menghapus Dosa

Hal ini senada dengan sebuah hadis:

Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu terdapat suatu dosa yang tidak dapat diampuni dengan salat, puasa, haji dan juga umrah.” Seorang sahabat bertanya, “Apa yang bisa menghapuskan dosa tersebut wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Semangat dalam mencari rizki”. (HR. Thabrani dalam kitab al-Austah)

Menata Niat dalam Bekerja untuk Bersyukur

Bersyukur dengan karunia anggota badan yang Allah berikan kepada kita, untuk senantiasa berkarya yang bermanfaat kepada keluarga, masyarakat dan negara serta untuk menegakkan punggung dan menjaga kehormatan kita.

Bekerja sebagai Wasilah Jalan Rezeki bagi yang Lain

Hal ini sesuai dengan suatu hikayat:

Suatu hari ada seorang murid Syaikh Ibrahim bin Adham yang melakukan perjalanan menuju ke rumah gurunya. Di tengah jalan dia bertemu dengan burung yang tak bisa terbang, karena patah sayapnya. Tak lama kemudian murid Ibrahim bin Adham ini melihat beberapa burung lain datang memberi makan kepada burung yang sedang sakit tersebut.

“Rezeki sudah diatur Allah,” gumam si murid tatkala menyaksikan burung-burung itu.

Tidak berpikir panjang, dia memutuskan tak mau bekerja lagi. Semua hartanya akan diserahkan ke gurunya. Sesampainya di rumah Ibrahim bin Adham, murid itu bercerita tentang kejadian burung sakit:

“Ya Syaikh.. aku tidak akan bekerja lagi.”

“Lah kenapa?” tanya Syaikh Ibrahim bin Adham.

“Karena ternyata benar bahwa semua rezeki sudah diatur Allah. Bahkan burung yang sedang sakit dan tak bisa terbang pun masih bisa makan dengan pertolongan teman-temannya. Jadi kalau aku tak bekerja, kemungkinan besar aku akan tetap mendapatkan rezeki Allah.”

“Setelah ini aku ingin ibadah terus saja, Syaikh,” tambah si murid dengan mantap.

Mendengar perkataan itu Syaikh Ibrahim bin Adham tertawa, lalu menegur muridnya.

“Kamu ini kok ya pendek mikirnya. Kamu melihat kejadian burung tadi, lah mengapa malah mikir untuk jadi burung yang sakit. Mbok ya Kamu itu mikir untuk jadi burung yang membantu burung yang sakit itu. Bagaimanapun, memberi itu lebih baik daripada menunggu pemberian orang. Sana lanjutkan lagi pekerjaanmu.”

“Na’am ya Syaikh. Afwan, maaf saya keliru.”

Dari cerita di atas, dapat disimpulkan bahwasanya manusia adalah makhluk yang kompleks. Manusia harus bisa menempatkan dirinya secara seimbang, baik sebagai seorang hamba, maupun sebagai pekerja. Karena itulah penting sekali kita harus bisa memahami peran kita dalam beribadah dan bermuamalah. Wallahu a’lam.

 

Post a Comment

0 Comments