Bagi seorang mukmin, seyogianya meniatkan setiap pekerjaan yang kita lakukan sebagai ibadah kepada Allah Swt. Adapun ibadah terbagi dua, yakni ibadah mahdhoh dan ibadah ghairu mahdhoh.
Ibadah mahdhoh adalah ibadah yang ditentukan secara khusus tuntunannya
dan tata caranya oleh Rasulullah saw. seperti umroh, haji, puasa dan lain-lain.
Sedangkan ibadah ghairu mahdhoh: ibadah yang bersifat umum yang
diniatkan karena Allah sehingga bisa bernilai ibadah, sekalipun amalan sepele,
misal: makan, tidur. Contoh lainnya yaitu bekerja di instansi kita berkhidmat.
Dalam ibadah ghairu mahdhoh penentu utama nilai ibadahnya adalah niat.
Niat sebagaimana disebutkan oleh Ibn Mubarok rahimahullah ialah:
“Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar (pahalanya) karena sebab
niat (yang bagus). Dan betapa banyak amalan yang besar menjadi kecil
(pahalanya) sebab niat (jelek).”
Agar Menjemput Rezeki yang Berkah
Menjemput rezeki dari pekerjaan agar bernilai ibadah yang berkah
tentulah diperlukan ikhtiar yang maksimal. Berikut tips dari Ustaz Salim A
Fillah:
Menata Niat Karena Allah Swt. dalam Bekerja dan Berjuang
Niat merupakan perkara yang pokok di antara yang pokok. Jika kepada
binatang dabbah (hewan melata) saja Allah menjamin rezeki mereka,
apalagi kepada manusia.
Rezeki di sini adalah rezeki yang membuat manusia semakin merasa dekat
dengan Allah, semakin barokah.
Menata Niat dalam Bekerja sebagai Ibadah untuk Menghapus Dosa
Hal ini senada dengan sebuah hadis:
Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu terdapat suatu dosa yang tidak dapat
diampuni dengan salat, puasa, haji dan juga umrah.” Seorang sahabat bertanya,
“Apa yang bisa menghapuskan dosa tersebut wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab,
“Semangat dalam mencari rizki”. (HR. Thabrani dalam kitab al-Austah)
Menata Niat dalam Bekerja untuk Bersyukur
Bersyukur dengan karunia anggota badan yang Allah berikan kepada kita,
untuk senantiasa berkarya yang bermanfaat kepada keluarga, masyarakat dan
negara serta untuk menegakkan punggung dan menjaga kehormatan kita.
Bekerja sebagai Wasilah Jalan Rezeki bagi yang Lain
Hal ini sesuai dengan suatu hikayat:
Suatu hari ada seorang murid Syaikh Ibrahim bin Adham yang melakukan
perjalanan menuju ke rumah gurunya. Di tengah jalan dia bertemu dengan burung
yang tak bisa terbang, karena patah sayapnya. Tak lama kemudian murid Ibrahim
bin Adham ini melihat beberapa burung lain datang memberi makan kepada burung
yang sedang sakit tersebut.
“Rezeki sudah diatur Allah,” gumam si murid tatkala menyaksikan
burung-burung itu.
Tidak berpikir panjang, dia memutuskan tak mau bekerja lagi. Semua
hartanya akan diserahkan ke gurunya. Sesampainya di rumah Ibrahim bin Adham,
murid itu bercerita tentang kejadian burung sakit:
“Ya Syaikh.. aku tidak akan bekerja lagi.”
“Lah kenapa?” tanya Syaikh Ibrahim bin Adham.
“Karena ternyata benar bahwa semua rezeki sudah diatur Allah. Bahkan
burung yang sedang sakit dan tak bisa terbang pun masih bisa makan dengan
pertolongan teman-temannya. Jadi kalau aku tak bekerja, kemungkinan besar aku
akan tetap mendapatkan rezeki Allah.”
“Setelah ini aku ingin ibadah terus saja, Syaikh,” tambah si murid
dengan mantap.
Mendengar perkataan itu Syaikh Ibrahim bin Adham tertawa, lalu menegur muridnya.
“Kamu ini kok ya pendek mikirnya. Kamu melihat kejadian burung tadi, lah
mengapa malah mikir untuk jadi burung yang sakit. Mbok ya Kamu
itu mikir untuk jadi burung yang membantu burung yang sakit itu.
Bagaimanapun, memberi itu lebih baik daripada menunggu pemberian orang. Sana
lanjutkan lagi pekerjaanmu.”
“Na’am ya Syaikh. Afwan, maaf saya keliru.”
Dari cerita di atas, dapat disimpulkan bahwasanya manusia adalah makhluk
yang kompleks. Manusia harus bisa menempatkan dirinya secara seimbang, baik
sebagai seorang hamba, maupun sebagai pekerja. Karena itulah penting sekali
kita harus bisa memahami peran kita dalam beribadah dan bermuamalah. Wallahu
a’lam.
0 Comments